Pengadilan Negeri Bogor “Main Hakim Sendiri”, Memutus Perkara Pidana Khusus Tanpa Alat Bukti Cukup

Depok – LHI News

Penasihat Hukum terpidana Hidayat Saputra mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung Republik Indonesia. Penasihat hukumnya dari Kantor Firma Hukum Edy TJ., Suhendar & Paralegal Lembaga Hukum Indonesia (LHI) menyebutkan, PK Mahkamah Agung telah teregister dengan nomor : 1/Akta.Pid./PK/2023/PN Bgr. Jo. Nomor 282/Pid.Sus/2022/PN Bgr pada tanggal 20 Maret 2023.

Dasar hukum Kami mengajukan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung adalah ketentuan UU RI No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Bab XVIII KUHAP. Bagian Kedua diatur Pasal 263 ayat 1 berbunyi: Terhadap Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan Peninjauan Kembali Kepada Mahkamah Agung RI Jo. Ayat (2) huruf (b) berbunyi cukup jelas, dan huruf (c) berbunyi : Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi RI. No : 34 / PUU-I / 2013 Jo. SEMA RI No. 7 Tahun 2014 Tentang Peninjauan Kembali Jo. Pasal 24 ayat (2) UURI No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 Ayat (1) UURI No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung RI telah diubah dengan UURI No. 5 Tahun 2004 dan perubahan keduanya dengan UURI No. 3 Tahun 2009  Jo. Ketentuan UURI No. : 22 Tahun 2002 Tentang GRASI Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 1 berbunyi ; Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, Peringanan, Pengurangan atau Penghapusan Pelaksanaan pidana. Penghapusan Pelaksanan  PIDANA yang diberikan oleh Presiden  RI dan Angka 2 berbunyi; terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan. Kata Suhendar dalam keterangan persnya, Senin (10/4/2023).

Lebih lanjut, “Asas Equality Before tertuang dalam UU Dasar Tahun 1945 dan tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) berbunyi : Negara Indonesia negara hukum   dan Pasal 28 D. ayat (1) berbunyi; Warga negara mendapatkan hak yang sama di depan hukum Jo. Pasal 27 ayat (1) berbunyi segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali,”

Bahwa terbukti, majelis hakim dalam perkara a-quo atas putusannya ; khilaf atau rekayasa dengan cara ; menyelundupkan ; judex juris atau terapan unsur-unsur pidana khusus ; padahal diperadilan dalam pemeriksaan majelis hakim, tidak dapat membuktikan unsur pidana khususnya, dan jaksa penuntut umum tidak dapat menghadirkan saksi korban (orang yang dirugikan) Direktur Utama PT. Toyota Astra Financial (TAF) selaku kreditur dan tidak dapat menghadirkan barang bukti 1 unit mobil merk Toyota Fortuner 2.8 VRZ 4×2 A/T, warna putih no. Pol. B-1832-KJP no. rangka MHFAA8GSN0776170, Nomor Mesin 1GD5167975.

Bahwa Isi Pokok Putusan Perkara A-Quo   Nomor : 282 / Pid.Sus / 2022 / PN.BGR. Tanggal, 14Februari 2023. BATAL DEMI HUKUM Adalah putusan yang sejak semula dijatuhkan dianggap tidak pernah ada atau tidak mempunyai kekuatan hukum dan akibat hukum, serta tidak memiliki daya eksekusi.

Bahwa terhadap terpidana Hidayat Saputra atau PT. Hanum Samudra Teknik sesuai ketentuan Pasal 194 KUHAP ayat (1) berbunyi ; Dalam hal putusan pemidanaan atau lepas dari segala tuntutan hukum, pengadilan menetapkan supaya barang bukti yang disita diserahkan kepada pihak yang paling berhak yang paling berhak  menerima kembali yang namanya tercantum dalam putusan tersebut kecuali jika menurut ketentuan Undang–Undang barang bukti itu harus  dirampas untuk kepentingan negara atau dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.

Sidang Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republik Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 10 April 2023 di Pengadilan Negeri Bogor, Terpidana Hidayat Saputra didampingi Penasehat Hukum Edy Tjahjono,SH., Suhendar,SH.,MM, dan Nur Isman Iskandar,SH.

Advokat Edy Tjahjono,SH. Berpendapat bahwa  “hakim ilegal” karena memimpin sidang PK tanpa legalitas tersumpah untuk sidang PK yang telah diatur dalam Undang-Undang. Sidang berjalan ricuh, karena Hakim tunggal yang dipimpin oleh Patti Arimbi, SH.,MH., memimpin jalannya sidang Peninjauan Kembali secara sewenang-wenang dan tidak menghargai pendapat dari Penasehat Hukum terpidana Hidayat Saputra, bahwa pelaksanaan sidang PK yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Bogor tidak sesuai dengan mekanisme atau tata cara yang diatur didalam KUHAP Jo. SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung).

Bahkan sebelumnya Kami sudah melayangkan Surat Penolakan atau Keberatan atas relass panggilan sidang PK tanpa mekanisme Mahkamah Agung ke instansi-intansi terkait seperti: Presiden RI, Mahkamah Agung, Kapolri, Kejagung, PN Bogor dan Kalapas. Tegasnya.

 

**M. Aldi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *